Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Siapa yang tidak suka dengan kopi. Salah satu minuman ini begitu digemari pria maupun wanita. Bukan hanya aromanya yang tajam dan menggoda, namun kopi sering kali menjadi minuman peredam kantuk sekaligus penambah energi. Jika dikonsumsi dalam jumlah tepat, kopi memiliki manfaat baik bagi kesehatan tubuh. Berikut beberapa manfaat sehat yang bisa didapat dari secangkir kopi:

(1) Bagi seorang wanita, mengonsumsi kopi pada pagi hari menurunkan risiko depresi. Sebuah penelitian yang dipimpin oleh peneliti dari Harvard School of Public Health menemukan bahwa risiko depresi 20 persen lebih rendah pada wanita peminum kopi.

(2) Aroma kopi bisa membangunkan kita dari tidur. Hasil sebuah studi yang dilakukan peneliti dari Seoul National University 2008 lalu telah membuktikannya.

(3) Bisa mengatasi disfungsi ereksi. Jika Anda adalah seorang pria peminum kopi setara 2–3 cangkir setiap hari, ada kabar baik bagi Anda. Pria yang meminum kopi antara 85–170 mg kafein per hari, 42 persen lebih rendah terkena disfungsi ereksi.

(4) Minumlah kopi sekitar pukul 10.00 pagi. Meminum kopi sesaat setelah bangun tidur memang tidak masalah, tetapi lebih baik kita menunggu beberapa saat setelah kadar kortisol, yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, benar-benar turun.

(5) Kopi menurunkan risiko penyakit alzheimer. Orang yang minum 3-5 cangkir kopi sehari memiliki risiko alzheimer 20 persen lebih kecil dibanding yang tidak, begitu hasil penelitian 2014 Alzheimer Europe Annual Congress.

(6) Kopi sebagai penambah stamina. “Studi menunjukkan bahwa kafein dalam kopi dapat meningkatkan ketahanan fisik dan stamina,” ujar Molly Kimball, pakar diet di New Orleans, kepada Shape.com.



Sumber: http://health.kompas.com/read/2015/06/12/083000923/6.Fakta.Sehat.Tentang.Kopi
Kita tidak boleh berhenti bermain karena tua. Kita menjadi tua karena berhenti bermain. Hanya ada empat rahasia untuk tetap awet muda, tetap menemukan humor setiap hari. Kamu harus mempunyai mimpi. Bila kamu kehilangan mimpi-mimpimu, kamu mati. Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar kita yang mati namun mereka tidak menyadarinya. Sungguh, jauh berbeda antara menjadi tua dan menjadi dewasa. Bila kamu berumur Sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama setahun, tidak melakukan apa-apa, kamu akan tetap berubah menjadi dua puluh tahun. Bila saya berusia delapan puluh tujuh tahun dan tinggal di tempat tidur selama setahun dan tidak melakukan apa-apa, saya tetap akan menjadi delapan puluh delapan tahun. Setiap orang pasti menjadi tua. Itu tidak membutuhkan suatu keahlian atau bakat. Tetapi berbeda dengan menjadi dewasa. Tumbuhlah dewasa dengan selalu mencari kesempatan dalam perubahan. Jangan pernah menyesal. Orang-orang tua seperti kami biasanya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya, tetapi lebih menyesali apa yang tidak kami perbuat. Bahwa, tidak ada yang terlambat untuk apapun yang bisa kau lakukan. Ingatlah, menjadi tua adalah kemestian, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan.

sediakan waktu untuk berpikir, itulah sumber kekuatan
sediakan waktu untuk bermain, itulah rahasia awet muda
sediakan waktu untuk membaca, itulah landasan kebijaksanaan
sediakan waktu untuk berteman, itulah jalan menuju kebahagiaan
sediakan waktu untuk bermimpi, itulah yang membawa anda ke bintang
sediakan waktu untuk mencintai dan dicintai, itulah hak istimewa Tuhan
sediakan waktu untuk melihat sekeliling anda, hari anda terlalu singkat untuk mementingkan diri sendiri.
Sediakan waktu untuk tertawa, itulah musik jiwa.






Sumber:alkisaah.blogspot.com

AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ,  وَلَوْ اَمَنَ اَهْلُ الْكِتَبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ,  مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفَسِقُوْنَ. (ال عمران : 110
Artinya: “Kamu adalah yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S Ali Imran : 110)

Ditegaskan oleh Allah SWT bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang terbaik dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Surat Ali Imran ayat 110 di atas tadi menjadi penegasan Allah tentang keberadaan umat Islam, yakni umat yang terbaik, karena mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Namun secara khusus Allah juga menegaskan bahwa umat yang terbaik adalah umat yang menjalankan ‘amar ma’ruf nahi munkar” yang artinya umat yang suka memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran dan beriman kepada Allah SWT secara benar.

Ma’ruf yang paling agung adalah agama yang haq iman, tauhid dan kenabian. Sedangkan kemunkaran yang paling rendah adalah kafir terhadap Allah. Jadi, orang yang beramar ma;ruf adalah dia telah mempertahankan dan melestarikan kemurnian ajaran agama (Islam). Dan orang yang nahi munkar berarti dia menginginkan sirnanya kejelekan, kemaksiatan dan kedurhakaan dari muka bumi ini. Sekiranya setiap orang yang beriman melakukan hal tersebut, maka umat Islam menjadi umat yang paling terhormat, di muka bumi ini, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabatnya.

Sebelum Islam datang, umat manusia (orang arab) saling bermusuhan. Kemudian hati mereka dirukunkan, mereka berpegang pada tali Allah (agama Allah), melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Orang-orang muslim yang lemah tidak takut terhadap orang-orang muslim yang kuat, orang-orang kecil pun tidak takut terhadap orang besar. Sebab iman telah meresap ke dalam kalbu mereka. Keimanan seperti itulah yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya pada surat Al Hujurat ayat 15:

اِنَّمَأ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَبُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ,  اُولَئِكَ هُمُ الصَّدِقُوْنَ.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al Hujurat:15)

Dan firman Allah yang lain dalam surat AL Anfal ayat 2:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الذِّيْنَ اِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اَيَتُهُ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”.

Jadi, amar ma’ruf nahi munkar adalah penyebab kehormatan dan keutamaan. Bila amar ma’ruf nahi munkar tidak dilaksanakan, maka akan hilanglah keistimewaan umat Islam. Amar ma’ruf nahi munkar harus seiring dan sejalan. Amar ma’ruf menurut persyaratan tertentu lebih ringan disbanding nahi munkar. Masing-masing mereka yang amar ma’ruf harus memiliki ilmu pengetahuan, wara’, dan berakhlak mulia.

Ilmu pengetahuan dan kewara’an saja belumlah cukup, apabila orang tersebut suka marah dan keras kepala. Kemarahan baru dapat dipadamkan dengan adanya budi yang baik atau akhlakul karimah, perasaan yang lunak, bijaksana dan penuh dengan kesabaran itulah yang harus dimiliki.

Dalam melaksanakan nahi munkar ada langkah-langkah yang harus ditempuh, sehingga hasilnya pun dapat dirasakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: adalah memberi peringatan, yakni memberi penerangan kepada pelaku kemunkaran, sebab ada kalanya seseorang melakukan sesuatu kemunkaran dengan sebab tidak tahu atau karena bodoh, sehingga setelah diberitahu diharapkan dia minginggalkannya.

Kedua: adalah menasihati, yakni melarang pelaku kemunkaran itu dengan memberikan nasihat yang baik, petunjuk yang bijaksana, memberitahukan kepadanya akibat buruk yang ditimbulkannya.

Ketiga: adalah melarang agak keras, yakni melarang dengan ucapan yang bernada paksa, tetapi kata-kata yang kasar dan tidak sopan tetap dihindari. Ini perlu diperhatikan apabila cara lemah lembut sudah tidak dihiraukan lagi.

Keempat: adalah melarang lebih keras lagi dari tingkat ketiga diatas, yakni melarang dengan menggunakan kekuasaan, sebagai usaha yang terakhir. Bagi penguasa hal ini mudah dilakukan, tapi bagi kebanyakan umat tindakan seperti agak sulit, karena diperlukan adanya keberanian. Kata-kata lebih keras di sini tetap harus mengikuti etika, sopan santun dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak berwewenang, yaitu umara. Di sini perlunya ulama dan umara bekerjasama dengan sebaik-baiknya.

Kemudian kelanjutan ayat di atas tadi adalah: “sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka”.

Seperti dikemukakan di atas, bahwa yang menyebabkan umat Islam itu umat yang terbaik (utama) adalah beramar ma’ruf, nahi munkar dan beriman yang benar. Sebenarnya umat-umat terdahulu (ahli kitab), juga dapat mencapai derajat tersebut, tetapi karena sebagian besar mereka tidak lagi menghiraukan ketiga macam yang tersebut di atas, maka jadilah mereka uamt yang fasik, seperti yang disebutkan pada akhir ayat, yaitu,

مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفَسِقُوْنَ

Diantara mereka (ahli kitab) ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah fasik dalam hal agamanya dan tenggelam dalam kekufuran.

اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ الشِّرْكُ بِااللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ اِلَّا بِالحَقِّ وَاَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَاَكْلُ الرِّبَا وَتَوَالِى يَوْمِ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ (متفق عليه)

Artinya: “Jauhilah olehmu sekalian tujuh perkara yang merusak, yaitu menyekutukan Allah, sihir, membunuh yang telah diharamkan Allah kecuali dengan jalan yang benar, makan harta anak yatim, makan harta riba, lari dari peperangan, dan menuduh perempuan baik-baik yang beriman berbuat zina”. (H.R Bukhari Muslim)

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di atas merupakan sebuah peringatan dari Rasulullah SAW kepada umatnya agar menjauhi tujuh perkara yang bisa merusak keimanan seseorang, dikarenakan ketujuh perkara tersebut termasuk dari dosa-dosa besar. Apa saja ketujuh dosa-dosa besar yang bisa merusak keimanan seseorang tersebut, berikut penjelasannya;

Nomorsatu (1) adalah berbuat syirik. Syirik berarti menyekutukan Allah SWT dengan yang lainnya atau bisa juga penyembahan kepada selain Allah SWT, misalnya menganggap Allah itu ada dua atau lebih dari satu, minta perlindungan dan bantuan kepada syaitan, minta do’a restu kepada leluhur yang sudah meninggal, dan sebagainya. Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

يَدْعُوْا مِنْ دُوْنِ اللهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ, ذَلِكَ هُوَ الضَّلَلُ الْبَعِيْدُ (الحج:12)

Artinya: “Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat member madharat dan tidak (pula) member manfaat. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. (Q.S Al Hajj : 12)

Sampai saat ini, terjadinya penyekutuan masih terjadi, mulai dari yang masih mempercayai dengan kekuatan selain Allah, menyembah pohon tua, kuburan, matahari, batu, binatang dan sesembahan-sesembahan lainnya selain Allah, padahal jelas bahwa semua itu adalah bakal mati dan tidak dapat berbuat apa-apa. Menyekutukan Allah adalah dosa besar, oleh karena itu sangatlah dilarang di dalam Islam. Bahkan Allah tidak akan mengampuni dosa orang musyrik, hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat An Nisa’ ayat 48:

اِنَّ اللهَ لَايَغْفِرُ اَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ, وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى اِثْمًا عَظِيْمًا.

Artinya: “Sengguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Q.S An Nisa’ : 48)

Nomordua (2) dari tujuh dosa besar adalah sihir. Dalam bahasa arab, sihir diartikan setiap hal atau kejadian yang tersembunyi atau tidak diketahui sumber dan sebab musababnya. seperti contohnya adalah perbuatan tukang sihir Firaun yang menentang Nabi Musa, disulapnya mata orang banyak, sehingga tali-temali kelihatannya menjadi ular yang merayap kian kemari. Lain halnya dengan tongkat Nabi Musa, berubahnya tongkat menjadi ular adalah mukjizat dari Allah. Sihir bukan hanya dapat menyesatkan diri sendiri, namun juga dapat menyesatkan orang lain. Oleh karenanya, sihir dilarang dan termasuk salah satu dosa besar.

Nomortiga (3) dari tujuh dosa besar selanjutnya adalah Membunuh jiwa yang diharamkan Allah. Membunuh orang adalah dosa besar, karena begitu kejinya pembunuhan (perbuatan menghilangkan nyawa seseorang) itu yang dapat merusak keselamatan jiwa dan ketentraman umum. Allah SWT akan memberikan balasan yang layak (setimpal), yaitu hukuman berat di dunia dan dimasukkan ke dalam neraka nanti di akhirat. Firman Allah SWT dalam surat An Nisa’ ayat 93:

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدُا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَاَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا.

Artinya: “Dan barang siapa yang membunuh seseorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (Q.S An Nisa’ : 93)

Berdasarkan ayat di atas, maka jelaslah bahwa haram hukumnya membunuh seseorang atau membunuh sesama muslim, kecuali yang dapat dibenarkan oleh syara’.

Dosabesar yang selanjutnya (Nomor 4) adalah Memakan harta anak yatim. Anak yatim memerlukan pemeliharaan serta pendidikan yang dilaksanakan dengan penuh kasih sayang, agar mereka (anak yatim) dapat hidup gembira, berbahagia, berilmu, berbudi dan taat beragama, juga sanggup berdikari dan bermanfaat kepada lingkungannya, keluarganya, masyarakat, agama bangsa dan Negara. Maka, bagi umat Islam mempunyai kewajiban berupa memelihara harta bendanya juga memelihara jasmani dan rohaninya. Al-Qur’an mengajarkan pada kita untuk memperlakukan anak yatim dengan baik dan jangan sampai dibiarkan terlantar. Jika anak yatim memiliki harta warisan, hendaknya harta itu dipelihara dengan baik dan digunkanan untuk keperluannya secara wajar. Setelah dewasa, hartanya dikembalikan kepadanya di hadapan saksi. Sejak itu hartanya diurus sendiri tanpa campur tangan orang lain.

Seseorang yang memakan harta anak yatim dengan cara tidak wajar dan mencari kesempatan untuk menghabiskannya sebelum mereka dewasa, maka orang itu diancam dengan hukuman masuk neraka. Oleh karenanya, hadits di atas melarang untuk memakan harta anak yatim, dan hal itu termasuk salah satu dosa besar. Dalam Al-Qur’an surat An Nisa’, Allah banyak menyinggung tentang anak yatim:

a) Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 2:

وَاَتُوْا الْيَتَمَى اَمْوَلَهُمْ, وَلَا تَتَبَدَّلُوْا الَخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوْا اَمْوَلَهُمْ اِلَى اَمْوَالِكُمْ, اِنَّهُ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا.

Artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa besar”.

b) Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 6:

وَلَا تَأْكُلُوْهَآ اِسْرَافًا وَّبِدَارًا اَنْ يَّكْبَرُوْا, وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ, وَمَنْ كَانَ فَقِيْرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوْفِ, فَاِذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَا لَهُمْ فَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِا للهِ حَسِيْبًا.

Artinya: “….dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (diantara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu).

c) Firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 10:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتَمَى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِى بُطُوْنِهِمْ نَارًا, وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (Q.S An Nisa’ : 10)

Dosabesar yang ke-5 (lima) adalah Riba. Yaitu suatu bentuk pinjaman yang dapat merusak seseorang dan masyarakat serta menimbulkan kemelaratan. Allah yang Maha Adil dan Mengetahui melarang dengan keras berbuat riba dan riba sudah semestinya dilenyapkan dari muka bumi ini. Riba secara bahasa berarti “lebih” (bertambah). Orang yang makan harta riba adalah orang yang apabila meminjamkan uang menuntut lebih atau minta tambahan dari uang yang dipinjamkannya itu. Bahasa yang lebih umum adalah “membungakan harta. Ini adalah salah satu contoh dari bentuk riba. Masih banyak lagi macam-macam riba itu.

Biasanya tidak ada yang mau melakukan pinjaman dengan cara riba, kecuali orang yang sangat butuh, walaupun dia tahu akibat buruk yang akan menimpanya, tapi karena butuh, terpaksa dilakukan. Dengan beban bunga yang perlu dibayar setiap bulan, maka kesulitan demi kesulitan terus menumpuk dan akhirnya memporakporandakan kehidupan rumah tangganya. Adakah kemadharatan dan kecelakaan yang lebih dari itu? Si kaya. memang dapat untung, tetapi menganiaya semua manusia. Oleh karena itu Nabi mengingatkan agar menjauhi riba, walaupun sepintas nampaknya menguntungkan, tapi pada hakikatnya, dia telah menyiapkan dirinya untuk masuk ke jurang neraka. Coba perhatikan firman Allah dan hadits Nabi yang berkaitan dengan riba di bawah ini:

a) Firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 275

....وَاَحَلَ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَو....

Artinya: “….Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…

b) Hadits Nabi

عَنْ جَابِرٍ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م اَكِلَ الرِّبَا وَمُوَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. رواه مسلم

Artinya: “Dari Jabir, :telah melaknati (mengutuki) Rasulullah SAW, kepada orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya”. (H.R Muslim)

Dosabesar yang ke enam (6) adalah Lari dari peperangan. Peperangan dalam Islam dizinkan hanyalah untuk membela diri dari serangan musuh, membalas serangan, mempertahankan kemerdekaan, menghindari tekanan terhadap kaum muslimin, juga untuk menyelamatkan umat manusia dari penindasan dan kekerasan. Untuk mempertahankan hal-hal di atas, maka seorang prajurit dilarang meninggalkan medan peperangan. Tindakan itu di samping tidak terpuji juga akan menggoyahkan semangat prajurit lainnya.

Lari dari peperangan bukan saja lari pada saat berada di medan perang, tetapi juga menghindari dari ajakan berperang. Orang yang mencintai tanah airnya akan siap berkorban untuk negaranya. Coba perhatikan firman Allah SWT di bawah ini:

a) Surat An Nisa’ ayat 104 yang artinya: “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu), jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha BIjaksana”.

b) Surat At Taubah ayat 39 yang artinya: “JIka kamu tidak berangkat untuk berperang, nisacaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat member kemadharatan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Dosabesar yang terakhir (ke-7) adalah menuduh perempuan baik-baik melakukan perbuatan keji. Dalam arti lain menuduh perempuan-perempuan baik telah melakukan perbuatan yang keji (zina). Menuduh seseorang (yang baik) berbuat zina termasuk dosa besar dan si penuduh wajib dihukum dera.

yang dimaksud menuduh di sini adalah berprasangka, tanpa dasar yang kuat dan tidak didukung oleh saksi. Tuduhan yang tidak terbukti berarti fitnah. Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Nama orang akan tercemar karenanya, dan bisa menghancurkan masa depan orang yang tertuduh. Karena perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar dan hukumannya sangat berat, maka Nabi mengingatkan agar tidak sembarangan menuduh orang lain melakukan perbuatan keji itu, lebih-lebih yang dituduh itu orang baik-baik, seseorang apabila tercemar nama baiknya, maka sulit sekali dipulihkan. Ingatlah firman Allah SWT dalam surat An Nuur ayat 4 yang artinya:” Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.

Yang dimaksud wanita-wanita yang baik-baik di sini adalah wanita-wanita yang suci, akil baligh dan muslimah.

Demikianlah tujuh macam perkara yang harus dijauhi oleh seluruh umat Islam sesuai dengan hadits Nabi di atas, karena perbuatan itu termasuk dosa-dosa besar yang tidak pantas dilakukan oleh umat Nabi Muhammad SAW. Maka yang paling tepat bagi seorang Muslim yang terlanjur khilaf, atau tidak mengerti adalah bertaubat kepada Allah SWT.

Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita dan memberi petunjuk-Nya kepada kita semua dan pada akhirnya semoga kita menjadi Umat Nabi Muhammad yang selamat, yaitu selamat di dunia dan selamat di akhirat. Amiin.



SESAMA MUSLIM DILARANG MEMAKI

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص م  قَالَ : الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُوْمِ (رواه مسلم

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling memaki, itu adalah sesuai dengan yang diucapkan masing-masing, maka dosanya di atas orang yang memulai, selama yang dimaki-maki tidak membalas berlebihan”. (H.R Muslim)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut menjelaskan tentang perilaku dua orang yang saling memaki. Maka orang yang memulai itulah yang akan menanggung dosanya, selagi seorang lagi (yang dimaki) tidak membalas dengan makian juga dengan berlebihan. Namun, berdasar hadits tersebut, orang yang dimaki-maki itu boleh membalas, asalkan dan tetapi dilarang melampaui batas. Orang yang memaki sama artinya telah mendholimi atau menganiaya orang lain, dan ini sikap yang sangat buruk dan sudah semestinya harus dihindari. Memaki-maki, menganiaya orang lain itu bisa merusak citra serta kehormatan orang lain.

Perbuatan yang semestinya dihindari, namun bagaimana jika suatu ketika kita menjadi orang yang dimaki atau tengah dimaki orang lain? Lalu apakah kita diperbolehkan membalas makian tersebut? Jika berdasarkan hadits tersebut di atas, boleh tapi dilarang melampaui batas. Bentuk balasan yang masih diperbolehkan, misalnya: Bila ada orang yang memaki: “Kenapa kamu lakukan itu dengan ceroboh? Apa kamu tidak punya akal, dasar bodoh!” Lalu yang dimaki membalas, “yang salah itu saya atau Anda?”. Nah, balasan semacam itu masih diperbolehkan, sebab kata-kata serta nadanya tidak berlebihan atau tidak melebihi orang yang memaki.

Orang yang memaki terlebih dahulu itulah yang akan terkena dosa, dikarenakan dia yang memulai dan membuka peluang untuk terjadinya pertengkaran. Tapi ini menurut hadits di atas tadi, yaitu kalau orang yang dimaki tidak membalasnya dengan makian yang berlebihan, yakni makian melebihi makian orang pertama. Memang, suatu penganiayan yang dilakukan seseorang tidak boleh ditandingi dengan hal-hal semacamnya. Tidak boleh umpatan ditandingi dengan umpatan, makian ditandingi dengan makian pula dan sebagainya.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

اِنِ امْرُءٌ عَيَّرَكَ بِمَا فِيْكَ فَلَا تُعَيِّرُهُ بِمَا فِيْهِ (رواه احمد

Artinya: “ Jikalau ada sesorang mencelamu dengan suatu aib yang ada di dalam dirimu, maka janganlah mencelanya dengan menunjukkan suatu aib yang ada di dalam diri orang tersebut”. (H.R Ahmad)

Jadi, orang yang dimaki jangan mencela kembali dengan makian yang serupa, tapi dibalas dengan yang lebih halus dan bijaksana. Kemudian disebutkan pula dalam hadits Nabi:

خَيْرُ بَنِى اَدَمَ البَطِئُ الغَضَبِ السَّرِيْعُ الْفَيْئِ وَشَرُّهُمْ السَّرِيْعُ الْغَضَبِ الْبَطِئُ الْفَيْئِ  (رواه الترمذى

Artinya:” Anak Adam yang paling baik adalah yang lambat (tidak segera) marah dan yang segera reda marahnya, sedangkan yang terjelek itulah yang segera marah dan lambat reda marahnya”. (H.R At Tirmizi)

Oleh karena itu, hindarilah caci maki, ejek mengejek, cela mencela, hina menghina sesame kawan, sesame saudara, terlebih lagi sesama muslim. Andaikan ada orang yang memaki-maki, diusahakan agar tidak membalasnya dan menghindar dari orang tersebut. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa, boleh kita membalas makiannya atau ejekannya dengan tidak berlebihan.

Demikian, semoga Allah SWT selalu menjaga kita semua, sesama saudara, sesama mukmin, sesama muslim, dan seluruhnya, sehingga akan tercipta kondisi saling menghargai dan memahami dan terciptanya kerukunan di dunia ini. Amiin.
KESELARASAN ANTARA PERKATAAN DAN PERBUATAN

يَآَايُّهَا الَّذيْنَ اَمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَالَاتَفْعَلُوْنَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَالَا تَفْعَلُوْنَ. الصف:3-2

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuta?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S Ash Shaff:2-3)

Ayat tersebut jelas menerangkan tentang ketidak senangan Allah terhadap orang-orang yang mengatakan atau berkata sesuatu tetapi tidak mengerjakannya. Dilihat pada konteks ayat sebelum dan sesudahnya, ayat tersebut turun berkaitan dengan perbuatan sekelompok umat islam (pada masa Rasulullah) yang tidak menepati janjinya seperti yang diceritakan Ibnu Abbas: Ada beberapa orang diantara kaum mukminin, sebelum diwajibkan jihad mengatakan: “Kami menginginkan agar Allah menunjukkan amal yang paling disukai-Nya, sehingga kami akan mengerjakannya”, maka Allah memberitahukan pada Nabi, bahwa amal yang paling disukai allah adalah iman kepada-Nya tanpa keraguan dan jihad terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya dan mengingkari keimanan kepada-Nya dan pengakuan risalah Nabi-Nya. Ketika kewajiban jihad diturunkan, maka beberapa diantara kaum mukminin tidak menyukainya, dan merasa berat terhadapnya. Maka Allah menurunkan ayat 1 sampai 4 surat Ash Shaff.

Kemudian pada ayat 2 (kedua): “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatkan apa yang kamu tidak perbuat?”. Ayat ini diawali dengan menyebut orang-orang yang beriman. Panggilan yang mengandung penghormatan yang tinggi. Tetapi Allah mengiringinya dengan pertanyaan dan pertanyaan itu mengandung keheranan dan keingkaran. Kamu mengaku orang beriman dan Tuhan pun telah memanggil kamu dengan panggilan yang penuh dengan penghormatan itu. Tetapi kamu kedapatan mengatakan apa yang tidak pernah kamu kerjakan, tidaklah patut timbul dari orang yang telah mengatakan beriman kepada Allah.

Memang berkata jauh lebih mudah daripada berbuat. Perkataan keluar dari mulut, sedangkan perbuatan ditentukan oleh hati dan kemauan. Orang yang pandai berbicara tapi tidak pandai berbuat hanya menjadikan dirinya bahan olok-olokan orang lain dan dianggap tidak mempunyai pendirian yang teguh. Dan ini bisa menurunkan harga dirinya di kalangan masyarakat.

Orang yang sering berkata atau sering berjanji tetapi tidak dipenuhi janjinya, maka oleh Nabi dikelompokkan sebagai orang munafik, seperti dalam haditsnya dari Abu Hurairah:

اَنَّ رَسوْلَ اللهِ ص.م  قَالَ : اَيَةُ اْلمُنَافِقِ ثَلَاثٌ, اِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَاِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ.     متفق عليه

Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW bersabda: tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi, dan jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari-Muslim)

Kemudian dilanjutkan pada ayat 3; “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. Ini mempertandakan bahwa amat sangat Allah membenci pada orang-orang yang apabila berbicara atau berkata, namun dia sendiri tidak pernah mengerjakan dan melakukan apa yang dia katakan, belum lagi apa yang disampaikan juga sama sekali tidak sesuai dengan perbuatannya. Ini merupakan sikap yang sungguh tidak layak dimiliki oleh orang-orang beriman.

Pada ayat 2 dan ayat 3 tersebut di atas tadi adalah bentuk peringatan keras bagi semua mukminin, semua orang-orang yang berimana agar supaya selalu menjaga dirinya, menjaga agar tidak menjadi pendusta. Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW berkata:

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ اِلَى مَالَا يَرِيْبُكَ فَاِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبَ رِيْبَةٌ. رواه الترمذى

Artinya: “Tinggalkan barang-barang yang menimbulkan keraguan engkau dan ambil yang tidak meragukan, sesungguhnya kejujuran membuat hati tentram dan dusta adalah membuat hati ragu-ragu”.

Oleh karena itu, kita sebagai orang-orang yang beriman sudah semestinya memelihara sikap konsekwen, artinya apa yang kita ucapkan hendaknya juga kita iringi dengan perbuatan nyata. Janganlah kita sampai seperti “lilin” , lilin dapat menerangi tapi dirinya sendiri habis terbakar. Firman Allah SWT yang senada dengan ayat-ayat di atas adalah sebagai berikut:

اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِاْلبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ اْلكِتَبَ, اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ  البقرة : 44

Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al Baqarah : 44).

Sekian, semoga kita semua mampu menjadi orang-orang yang beriman, kemudian menjadi orang beriman yang selalu menjaga diri untuk tidak menjadi pendusta. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua. Amiin.