SESAMA MUSLIM DILARANG MEMAKI
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص م قَالَ : الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُوْمِ (رواه مسلم
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling memaki, itu adalah sesuai dengan yang diucapkan masing-masing, maka dosanya di atas orang yang memulai, selama yang dimaki-maki tidak membalas berlebihan”. (H.R Muslim)
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut menjelaskan tentang perilaku dua orang yang saling memaki. Maka orang yang memulai itulah yang akan menanggung dosanya, selagi seorang lagi (yang dimaki) tidak membalas dengan makian juga dengan berlebihan. Namun, berdasar hadits tersebut, orang yang dimaki-maki itu boleh membalas, asalkan dan tetapi dilarang melampaui batas. Orang yang memaki sama artinya telah mendholimi atau menganiaya orang lain, dan ini sikap yang sangat buruk dan sudah semestinya harus dihindari. Memaki-maki, menganiaya orang lain itu bisa merusak citra serta kehormatan orang lain.
Perbuatan yang semestinya dihindari, namun bagaimana jika suatu ketika kita menjadi orang yang dimaki atau tengah dimaki orang lain? Lalu apakah kita diperbolehkan membalas makian tersebut? Jika berdasarkan hadits tersebut di atas, boleh tapi dilarang melampaui batas. Bentuk balasan yang masih diperbolehkan, misalnya: Bila ada orang yang memaki: “Kenapa kamu lakukan itu dengan ceroboh? Apa kamu tidak punya akal, dasar bodoh!” Lalu yang dimaki membalas, “yang salah itu saya atau Anda?”. Nah, balasan semacam itu masih diperbolehkan, sebab kata-kata serta nadanya tidak berlebihan atau tidak melebihi orang yang memaki.
Orang yang memaki terlebih dahulu itulah yang akan terkena dosa, dikarenakan dia yang memulai dan membuka peluang untuk terjadinya pertengkaran. Tapi ini menurut hadits di atas tadi, yaitu kalau orang yang dimaki tidak membalasnya dengan makian yang berlebihan, yakni makian melebihi makian orang pertama. Memang, suatu penganiayan yang dilakukan seseorang tidak boleh ditandingi dengan hal-hal semacamnya. Tidak boleh umpatan ditandingi dengan umpatan, makian ditandingi dengan makian pula dan sebagainya.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
اِنِ امْرُءٌ عَيَّرَكَ بِمَا فِيْكَ فَلَا تُعَيِّرُهُ بِمَا فِيْهِ (رواه احمد
Artinya: “ Jikalau ada sesorang mencelamu dengan suatu aib yang ada di dalam dirimu, maka janganlah mencelanya dengan menunjukkan suatu aib yang ada di dalam diri orang tersebut”. (H.R Ahmad)
Jadi, orang yang dimaki jangan mencela kembali dengan makian yang serupa, tapi dibalas dengan yang lebih halus dan bijaksana. Kemudian disebutkan pula dalam hadits Nabi:
خَيْرُ بَنِى اَدَمَ البَطِئُ الغَضَبِ السَّرِيْعُ الْفَيْئِ وَشَرُّهُمْ السَّرِيْعُ الْغَضَبِ الْبَطِئُ الْفَيْئِ (رواه الترمذى
Artinya:” Anak Adam yang paling baik adalah yang lambat (tidak segera) marah dan yang segera reda marahnya, sedangkan yang terjelek itulah yang segera marah dan lambat reda marahnya”. (H.R At Tirmizi)
Oleh karena itu, hindarilah caci maki, ejek mengejek, cela mencela, hina menghina sesame kawan, sesame saudara, terlebih lagi sesama muslim. Andaikan ada orang yang memaki-maki, diusahakan agar tidak membalasnya dan menghindar dari orang tersebut. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa, boleh kita membalas makiannya atau ejekannya dengan tidak berlebihan.
Demikian, semoga Allah SWT selalu menjaga kita semua, sesama saudara, sesama mukmin, sesama muslim, dan seluruhnya, sehingga akan tercipta kondisi saling menghargai dan memahami dan terciptanya kerukunan di dunia ini. Amiin.
0 komentar:
Post a Comment