Showing posts with label Kebenaran. Show all posts
Showing posts with label Kebenaran. Show all posts
Kita tidak boleh berhenti bermain karena tua. Kita menjadi tua karena berhenti bermain. Hanya ada empat rahasia untuk tetap awet muda, tetap menemukan humor setiap hari. Kamu harus mempunyai mimpi. Bila kamu kehilangan mimpi-mimpimu, kamu mati. Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar kita yang mati namun mereka tidak menyadarinya. Sungguh, jauh berbeda antara menjadi tua dan menjadi dewasa. Bila kamu berumur Sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama setahun, tidak melakukan apa-apa, kamu akan tetap berubah menjadi dua puluh tahun. Bila saya berusia delapan puluh tujuh tahun dan tinggal di tempat tidur selama setahun dan tidak melakukan apa-apa, saya tetap akan menjadi delapan puluh delapan tahun. Setiap orang pasti menjadi tua. Itu tidak membutuhkan suatu keahlian atau bakat. Tetapi berbeda dengan menjadi dewasa. Tumbuhlah dewasa dengan selalu mencari kesempatan dalam perubahan. Jangan pernah menyesal. Orang-orang tua seperti kami biasanya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya, tetapi lebih menyesali apa yang tidak kami perbuat. Bahwa, tidak ada yang terlambat untuk apapun yang bisa kau lakukan. Ingatlah, menjadi tua adalah kemestian, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan.

sediakan waktu untuk berpikir, itulah sumber kekuatan
sediakan waktu untuk bermain, itulah rahasia awet muda
sediakan waktu untuk membaca, itulah landasan kebijaksanaan
sediakan waktu untuk berteman, itulah jalan menuju kebahagiaan
sediakan waktu untuk bermimpi, itulah yang membawa anda ke bintang
sediakan waktu untuk mencintai dan dicintai, itulah hak istimewa Tuhan
sediakan waktu untuk melihat sekeliling anda, hari anda terlalu singkat untuk mementingkan diri sendiri.
Sediakan waktu untuk tertawa, itulah musik jiwa.






Sumber:alkisaah.blogspot.com

# Pikiran Porno #
Dalam suatu kesempatan Gus Dur mengeluarkan sebuah pernyataan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menghina. Namun dengan itu bagian dari upaya Gus Dur menyampaikan joke, “Alqur’an itu kitab succi yang paling porno. Yak an bener, di dalamnya ada kalimat menyusui. Berarti mengeluarkan tetek. Ya udah, cabul kan?”.
Mungkin dengan hanya kalimat guyonan itu sebagian masih ada yang merasa diresahkan. Masa sih ulama yang terkenal wali kaya gitu? Maka, di lain waktu Gus Dur mengulangi penjelasannya dengan memilih bahasa yang lebih sopan.
“Maksudnya, itu ayat jadi porno kalau yang baca lagi punya pikiran yang ngeres. Kalau enggak, ya udah, berarti beres”.
Masih nggak puas, karenanya pertanyaan berikutnya segera menyusul, “Tapi Gus, Al-Qur’an kan bahasanya sopan”.
“Betul, bahasa di luar Alquran pun juga banyak yang sopan. Tapi, waktu teman saya naik bus, liat orang lagi bunting. Terus dia mbatin kenapa bisa bunting? Mendadak ‘barangnya’ (alat kelaminnya) berdiri gara-gara pikirannya itu”, jawab Gus Dur.


# Atlet Berlari Dikejar Serdadu #
Hampir tidak ada Negara yang rela ketinggalan mengikuti Olimpiade. Acara empat tahunan itu merupakan salah satu cara promosi Negara masing-masing, dan tentu saja peristiwa ini juga sangat bergengsi karena acara ini diliput oleh semua media massa Negara peserta. Wajarlah kalau setiap Negara berusaha mengirimkan atlet terbaiknya, dengan harapan mereka bisa mendapatkan emas. Begitulah sambutan Gus Dur saat melepas tim Indonesia ke Olimpiade Sidney.
Gus Dur lalu bercerita tentang peristiwa yang peenah terjadi di Suriah. Pada waktu Olimpiade beberapa tahun yang lalu, tutuenya, kebetulan pelari asal Suriah merebut medali emas. Sang pelari mampu memecahkan rekor tercepat dari pemenang sebelumnya, bahkan waktunya pun terpaut jauh.
Maka, di langsung dikerubuti wartawan karena punya nilai berita yang sangat tinggi. “Apa sih rahasia kemenangan anda?” Tanya wartawan.
“Mudah saja,” jawab si pelari Suriah, enteng. “tiap kali bersiap-siap akan start, saya membayangkan ada serdadu Israel di belakang saya yang mau menembak saya”.

# Peluru Juga Habis….#
Ini cerita Gus Dur tentang situasi Rusia, tidak lama setelah bubarnya Uni Soviet. Sosialisme hancur dan para birokrat tidak punya pengalaman mengelola system ekonomi pasar bebas. Di masa sosialisme, memang rakyat sering antre untuk mendapatkan macam-macam kebutuhan pokok, tapi manajemennya rapi, sehingga semua orang kebagian jatah. Sekarang, masyarakat tetap harus antre, tapi karena manajemennya jelek, antrean umumnya sangat panjang dan banyak yang tidak kebagian jatah.
Begitulah, seorang aktivis sosial berkeliling kota Moskow untuk mengamati bagaimana system baru itu bekerja. Di sebuah antrean roti, setelah melihat banyaknya orang yang tidak kebagian, aktivis itu menuslis di buku catatannya, “roti habis”.
Lalu di pergi ke antrean bahan bakar. Lebih banyak lagi yang tidak kebagian dan dia mencatat “bahan bakar habis”. Kemudian dia menuju ke antrean sabun, wah pemerintah kapitalis baru ini betul-betul brengsek, banyak sekali masyarakat yang tidak mendapatkan jatah sabun. Dia menulis besar-besar “SABUN HABIS”.
Tanpa dia sadari, dia diikuti oleh seorang intel KGB. Ketika dia akan meninggalkan antrean sabun itu, si intel menegur “Hey Bung! dari tadi kamu sibuk mencatat-catat terus, apa sh yang kamu catat?”
Sang aktivis menceritakan bahwa dia sedang melakukan penelitian tentang kemampuan pemerintah dalam mendistribusikan barang bagi rakyat.
“Untung kamu ya, sekarang sudah jaman reformasi”, ujar sang intel, “kalau dulu, kamu sudah ditembak”.
Sambil melangkah pergi, si aktivis itu mencatat, “Peluru juga habis!”.


# Jawaban Ho..Oh #
Seorang ajudan Presiden Bill Clinton dari Amerika Serikat sedang jalan-jalan di Jakarta. Karena bingung dan tersesat, dia kemudian bertanya kepada seorang penjual rokok. “Apa betul ini Jalan Sudirman?” “Ho oh” jawab si penjual rokok.
Karena bingung dengan jawaban tersebut, dia kemudian bertanya lagi kepada seorang polisi yang sedang mengatur lalu lintas. “Apa ini Jalan Sudirman?” Polisi menjawab “Betul”.
Karena bingung mendapat jawaban yang berbeda, akhirnya dia bertanya kepada Gus Dur yang waktu itu kebetulan melintas bersama ajudannya. “Apa ini Jalan Sudirman?” Gus Dur menjawab “Benar”
Bule itu semakin bingung saja karena mendapat tiga jawaban berbeda. Lalu akhirnya dia bertanya kepada Gus Dur lagi, mengapa waktu Tanya tukang rokok dijawab “Ho oh” lalu Tanya polisi dijawab “betul” dan yang terakhir dijawab Gus Dur dengan kata “benar”.
Gus Dur tertegun sejenak, lalu dia berkata , “Oh, begini, kalau Anda bertanya kepada tamatan SD maka jawabannya adalah ho oh, kalau bertanya kepada tamatan SMA maka jawabannya adalah betul. Sedangkan kalau bertanya kepada tamatan Universitas maka jawabannya benar”.
Ajudan Clinton itu mengangguk dan akhirnya bertanya, “Jadi Anda ini seorang sarjana?”
Dengan spontan Gus Dur menjawab, “Ho oh!”.


# Syukur tidak Bisa Memanjat #
Guyonan itu rupanya tidak berlebihan. Meski sudah banyak yang meramalkan bahwa penampilan Gus Dur di depan DPR kamis lalu bakal ramai, toh tidak ada yang menyangka bahwa sampai seramai itu. Kalau bukan kiai, mana berani menjadikan pidato ketua DPR Akbar Tanjung sebagai sasaran humor? Akbar sejak dulu memang selalu memulai pidato dengan memanjatkan syukur. Maka, Gus Dur pun melucu, yang membuat semua anggota DPR tertawa: “syukur memang perlu dipanjatkan karena syukur tidak bisa memanjat”.
Begitu menariknya, karuan saja pidato presiden kini banyak ditunggu-tunggu penonton televisi. Padahal dulu-dulu kalau presiden pidato di TV banyak yang mematikan TV nya. Begitu tidak menariknya pidato presiden di masa Orde Baru sampai-sampai pernah para anggota DPRD diwajibkan mendengarkannya. Itu pun harus diawasi agar mereka sungguh-sungguh seperti mendengarkan. Untuk itu, perlu diadakan sidang pleno DPRD dengan cara khusus nonton televisi.


# Gus Dur Dicium Artis Cantik #
Magnet sense of humor Gus Dur yang tinggi membuat kesengsem seorang artis cantik saat hadir dalam suatu acara di rumah salah satu pengasuh Pondok Kajen, Jawa Tengah. Saking gemesnya, artis itu dengan santai langsung ngesun (mencium) pipi Gus Dur tanpa pake permisi. Jelas beberapa diantara mereka yang hadir langsung dibikin kaget dan bingung. Siapa yang kuat ngeliat kiai nyentrik Cuma diem aja disun (dicium) artis cantik.
Tidak lama kemudian begitu sudah agak sepi, Gus Mus yang sedang diantara mereka, langsung numpahin sederet kalimat yang sudah dari tadi Cuma bisa disimpan di dalam hati.
“Loh Gus, kok Gus Dur diam saja sih disun sama perempuan?”
dengan santai dan ,,,,silakan bayangin sendiri gayanya, Gus Dur malah ngasih jawaban sepele.
“Lha wong saya kan nggak bisa lihat, ya mbok sampean jangan pengen…!”.


# Kombak-Kambek Rp 5000 #
Seorang wisatawan asal Amerika, kata Gus Dur datang ke Jogjakarta ingin melihat-lihat beberapa tempat wisata. Seminggu dia berada di kota gudeg itu, setelah mengunjungi beberapa tempat wisata kali ini ia ingin ke kebung binatang Gemdira Loka.
Setelah bertanya letak kebun binatang itu kepada petugas hotel tempatnya menginap, akhirnya ia putuskan untuk mengunjunginya dengan becak. Sebab semua jenis angkutan sudah pernah ia coba kecuali becak.
Sambil membawa ransel kecilnya turis itupun segera memanggil tukang becak yang mangkal di depan hotelnya.
“How much to Gembira Loka?” Tanya sang turis.
Sambil memekarkan lima jari tangan kanannya si tukang becak menjawab, “five thousand kombak-kambek mister!”.  

     

Sumber:
Judul : KH. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)
Penyusun : As Rozi, Macho
Penerbit : Pustaka A’lam
Cetakan : Januari 2010
AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ,  وَلَوْ اَمَنَ اَهْلُ الْكِتَبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ,  مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفَسِقُوْنَ. (ال عمران : 110
Artinya: “Kamu adalah yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S Ali Imran : 110)

Ditegaskan oleh Allah SWT bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang terbaik dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Surat Ali Imran ayat 110 di atas tadi menjadi penegasan Allah tentang keberadaan umat Islam, yakni umat yang terbaik, karena mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Namun secara khusus Allah juga menegaskan bahwa umat yang terbaik adalah umat yang menjalankan ‘amar ma’ruf nahi munkar” yang artinya umat yang suka memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran dan beriman kepada Allah SWT secara benar.

Ma’ruf yang paling agung adalah agama yang haq iman, tauhid dan kenabian. Sedangkan kemunkaran yang paling rendah adalah kafir terhadap Allah. Jadi, orang yang beramar ma;ruf adalah dia telah mempertahankan dan melestarikan kemurnian ajaran agama (Islam). Dan orang yang nahi munkar berarti dia menginginkan sirnanya kejelekan, kemaksiatan dan kedurhakaan dari muka bumi ini. Sekiranya setiap orang yang beriman melakukan hal tersebut, maka umat Islam menjadi umat yang paling terhormat, di muka bumi ini, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabatnya.

Sebelum Islam datang, umat manusia (orang arab) saling bermusuhan. Kemudian hati mereka dirukunkan, mereka berpegang pada tali Allah (agama Allah), melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Orang-orang muslim yang lemah tidak takut terhadap orang-orang muslim yang kuat, orang-orang kecil pun tidak takut terhadap orang besar. Sebab iman telah meresap ke dalam kalbu mereka. Keimanan seperti itulah yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya pada surat Al Hujurat ayat 15:

اِنَّمَأ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَبُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ,  اُولَئِكَ هُمُ الصَّدِقُوْنَ.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, merka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al Hujurat:15)

Dan firman Allah yang lain dalam surat AL Anfal ayat 2:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الذِّيْنَ اِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اَيَتُهُ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”.

Jadi, amar ma’ruf nahi munkar adalah penyebab kehormatan dan keutamaan. Bila amar ma’ruf nahi munkar tidak dilaksanakan, maka akan hilanglah keistimewaan umat Islam. Amar ma’ruf nahi munkar harus seiring dan sejalan. Amar ma’ruf menurut persyaratan tertentu lebih ringan disbanding nahi munkar. Masing-masing mereka yang amar ma’ruf harus memiliki ilmu pengetahuan, wara’, dan berakhlak mulia.

Ilmu pengetahuan dan kewara’an saja belumlah cukup, apabila orang tersebut suka marah dan keras kepala. Kemarahan baru dapat dipadamkan dengan adanya budi yang baik atau akhlakul karimah, perasaan yang lunak, bijaksana dan penuh dengan kesabaran itulah yang harus dimiliki.

Dalam melaksanakan nahi munkar ada langkah-langkah yang harus ditempuh, sehingga hasilnya pun dapat dirasakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: adalah memberi peringatan, yakni memberi penerangan kepada pelaku kemunkaran, sebab ada kalanya seseorang melakukan sesuatu kemunkaran dengan sebab tidak tahu atau karena bodoh, sehingga setelah diberitahu diharapkan dia minginggalkannya.

Kedua: adalah menasihati, yakni melarang pelaku kemunkaran itu dengan memberikan nasihat yang baik, petunjuk yang bijaksana, memberitahukan kepadanya akibat buruk yang ditimbulkannya.

Ketiga: adalah melarang agak keras, yakni melarang dengan ucapan yang bernada paksa, tetapi kata-kata yang kasar dan tidak sopan tetap dihindari. Ini perlu diperhatikan apabila cara lemah lembut sudah tidak dihiraukan lagi.

Keempat: adalah melarang lebih keras lagi dari tingkat ketiga diatas, yakni melarang dengan menggunakan kekuasaan, sebagai usaha yang terakhir. Bagi penguasa hal ini mudah dilakukan, tapi bagi kebanyakan umat tindakan seperti agak sulit, karena diperlukan adanya keberanian. Kata-kata lebih keras di sini tetap harus mengikuti etika, sopan santun dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak berwewenang, yaitu umara. Di sini perlunya ulama dan umara bekerjasama dengan sebaik-baiknya.

Kemudian kelanjutan ayat di atas tadi adalah: “sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka”.

Seperti dikemukakan di atas, bahwa yang menyebabkan umat Islam itu umat yang terbaik (utama) adalah beramar ma’ruf, nahi munkar dan beriman yang benar. Sebenarnya umat-umat terdahulu (ahli kitab), juga dapat mencapai derajat tersebut, tetapi karena sebagian besar mereka tidak lagi menghiraukan ketiga macam yang tersebut di atas, maka jadilah mereka uamt yang fasik, seperti yang disebutkan pada akhir ayat, yaitu,

مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفَسِقُوْنَ

Diantara mereka (ahli kitab) ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah fasik dalam hal agamanya dan tenggelam dalam kekufuran.
SESAMA MUSLIM DILARANG MEMAKI

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص م  قَالَ : الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُوْمِ (رواه مسلم

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling memaki, itu adalah sesuai dengan yang diucapkan masing-masing, maka dosanya di atas orang yang memulai, selama yang dimaki-maki tidak membalas berlebihan”. (H.R Muslim)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut menjelaskan tentang perilaku dua orang yang saling memaki. Maka orang yang memulai itulah yang akan menanggung dosanya, selagi seorang lagi (yang dimaki) tidak membalas dengan makian juga dengan berlebihan. Namun, berdasar hadits tersebut, orang yang dimaki-maki itu boleh membalas, asalkan dan tetapi dilarang melampaui batas. Orang yang memaki sama artinya telah mendholimi atau menganiaya orang lain, dan ini sikap yang sangat buruk dan sudah semestinya harus dihindari. Memaki-maki, menganiaya orang lain itu bisa merusak citra serta kehormatan orang lain.

Perbuatan yang semestinya dihindari, namun bagaimana jika suatu ketika kita menjadi orang yang dimaki atau tengah dimaki orang lain? Lalu apakah kita diperbolehkan membalas makian tersebut? Jika berdasarkan hadits tersebut di atas, boleh tapi dilarang melampaui batas. Bentuk balasan yang masih diperbolehkan, misalnya: Bila ada orang yang memaki: “Kenapa kamu lakukan itu dengan ceroboh? Apa kamu tidak punya akal, dasar bodoh!” Lalu yang dimaki membalas, “yang salah itu saya atau Anda?”. Nah, balasan semacam itu masih diperbolehkan, sebab kata-kata serta nadanya tidak berlebihan atau tidak melebihi orang yang memaki.

Orang yang memaki terlebih dahulu itulah yang akan terkena dosa, dikarenakan dia yang memulai dan membuka peluang untuk terjadinya pertengkaran. Tapi ini menurut hadits di atas tadi, yaitu kalau orang yang dimaki tidak membalasnya dengan makian yang berlebihan, yakni makian melebihi makian orang pertama. Memang, suatu penganiayan yang dilakukan seseorang tidak boleh ditandingi dengan hal-hal semacamnya. Tidak boleh umpatan ditandingi dengan umpatan, makian ditandingi dengan makian pula dan sebagainya.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

اِنِ امْرُءٌ عَيَّرَكَ بِمَا فِيْكَ فَلَا تُعَيِّرُهُ بِمَا فِيْهِ (رواه احمد

Artinya: “ Jikalau ada sesorang mencelamu dengan suatu aib yang ada di dalam dirimu, maka janganlah mencelanya dengan menunjukkan suatu aib yang ada di dalam diri orang tersebut”. (H.R Ahmad)

Jadi, orang yang dimaki jangan mencela kembali dengan makian yang serupa, tapi dibalas dengan yang lebih halus dan bijaksana. Kemudian disebutkan pula dalam hadits Nabi:

خَيْرُ بَنِى اَدَمَ البَطِئُ الغَضَبِ السَّرِيْعُ الْفَيْئِ وَشَرُّهُمْ السَّرِيْعُ الْغَضَبِ الْبَطِئُ الْفَيْئِ  (رواه الترمذى

Artinya:” Anak Adam yang paling baik adalah yang lambat (tidak segera) marah dan yang segera reda marahnya, sedangkan yang terjelek itulah yang segera marah dan lambat reda marahnya”. (H.R At Tirmizi)

Oleh karena itu, hindarilah caci maki, ejek mengejek, cela mencela, hina menghina sesame kawan, sesame saudara, terlebih lagi sesama muslim. Andaikan ada orang yang memaki-maki, diusahakan agar tidak membalasnya dan menghindar dari orang tersebut. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa, boleh kita membalas makiannya atau ejekannya dengan tidak berlebihan.

Demikian, semoga Allah SWT selalu menjaga kita semua, sesama saudara, sesama mukmin, sesama muslim, dan seluruhnya, sehingga akan tercipta kondisi saling menghargai dan memahami dan terciptanya kerukunan di dunia ini. Amiin.
KESELARASAN ANTARA PERKATAAN DAN PERBUATAN

يَآَايُّهَا الَّذيْنَ اَمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَالَاتَفْعَلُوْنَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَالَا تَفْعَلُوْنَ. الصف:3-2

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuta?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S Ash Shaff:2-3)

Ayat tersebut jelas menerangkan tentang ketidak senangan Allah terhadap orang-orang yang mengatakan atau berkata sesuatu tetapi tidak mengerjakannya. Dilihat pada konteks ayat sebelum dan sesudahnya, ayat tersebut turun berkaitan dengan perbuatan sekelompok umat islam (pada masa Rasulullah) yang tidak menepati janjinya seperti yang diceritakan Ibnu Abbas: Ada beberapa orang diantara kaum mukminin, sebelum diwajibkan jihad mengatakan: “Kami menginginkan agar Allah menunjukkan amal yang paling disukai-Nya, sehingga kami akan mengerjakannya”, maka Allah memberitahukan pada Nabi, bahwa amal yang paling disukai allah adalah iman kepada-Nya tanpa keraguan dan jihad terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya dan mengingkari keimanan kepada-Nya dan pengakuan risalah Nabi-Nya. Ketika kewajiban jihad diturunkan, maka beberapa diantara kaum mukminin tidak menyukainya, dan merasa berat terhadapnya. Maka Allah menurunkan ayat 1 sampai 4 surat Ash Shaff.

Kemudian pada ayat 2 (kedua): “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatkan apa yang kamu tidak perbuat?”. Ayat ini diawali dengan menyebut orang-orang yang beriman. Panggilan yang mengandung penghormatan yang tinggi. Tetapi Allah mengiringinya dengan pertanyaan dan pertanyaan itu mengandung keheranan dan keingkaran. Kamu mengaku orang beriman dan Tuhan pun telah memanggil kamu dengan panggilan yang penuh dengan penghormatan itu. Tetapi kamu kedapatan mengatakan apa yang tidak pernah kamu kerjakan, tidaklah patut timbul dari orang yang telah mengatakan beriman kepada Allah.

Memang berkata jauh lebih mudah daripada berbuat. Perkataan keluar dari mulut, sedangkan perbuatan ditentukan oleh hati dan kemauan. Orang yang pandai berbicara tapi tidak pandai berbuat hanya menjadikan dirinya bahan olok-olokan orang lain dan dianggap tidak mempunyai pendirian yang teguh. Dan ini bisa menurunkan harga dirinya di kalangan masyarakat.

Orang yang sering berkata atau sering berjanji tetapi tidak dipenuhi janjinya, maka oleh Nabi dikelompokkan sebagai orang munafik, seperti dalam haditsnya dari Abu Hurairah:

اَنَّ رَسوْلَ اللهِ ص.م  قَالَ : اَيَةُ اْلمُنَافِقِ ثَلَاثٌ, اِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَاِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ.     متفق عليه

Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW bersabda: tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi, dan jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari-Muslim)

Kemudian dilanjutkan pada ayat 3; “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. Ini mempertandakan bahwa amat sangat Allah membenci pada orang-orang yang apabila berbicara atau berkata, namun dia sendiri tidak pernah mengerjakan dan melakukan apa yang dia katakan, belum lagi apa yang disampaikan juga sama sekali tidak sesuai dengan perbuatannya. Ini merupakan sikap yang sungguh tidak layak dimiliki oleh orang-orang beriman.

Pada ayat 2 dan ayat 3 tersebut di atas tadi adalah bentuk peringatan keras bagi semua mukminin, semua orang-orang yang berimana agar supaya selalu menjaga dirinya, menjaga agar tidak menjadi pendusta. Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW berkata:

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ اِلَى مَالَا يَرِيْبُكَ فَاِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبَ رِيْبَةٌ. رواه الترمذى

Artinya: “Tinggalkan barang-barang yang menimbulkan keraguan engkau dan ambil yang tidak meragukan, sesungguhnya kejujuran membuat hati tentram dan dusta adalah membuat hati ragu-ragu”.

Oleh karena itu, kita sebagai orang-orang yang beriman sudah semestinya memelihara sikap konsekwen, artinya apa yang kita ucapkan hendaknya juga kita iringi dengan perbuatan nyata. Janganlah kita sampai seperti “lilin” , lilin dapat menerangi tapi dirinya sendiri habis terbakar. Firman Allah SWT yang senada dengan ayat-ayat di atas adalah sebagai berikut:

اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِاْلبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ اْلكِتَبَ, اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ  البقرة : 44

Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al Baqarah : 44).

Sekian, semoga kita semua mampu menjadi orang-orang yang beriman, kemudian menjadi orang beriman yang selalu menjaga diri untuk tidak menjadi pendusta. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua. Amiin.

قُلْ يَعِبَا دِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَ فُوْا عَلَى اَنْفُسِهِمْ  لَاتَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ  اِنَّ االلهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا  اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الَّرحِيْمُ (الزمر:53)
Artinya: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Az Zumar ; 53)

Ayat tersebut menjelaskan tentang orang yang banyak melakukan kesalahan, kemudian Allah memberikan harapan agar supaya mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah. Dikarenakan Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Menurut Ibnu Abbas, tentang turunnya ayat dari surat Az Zumar ayat 53 tersebut, dijelaskan bahwa suatu ketika penduduk Mekah berkata: “Muhammad telah menyatakan bahwa orang-orang yang menyembah berhala dan banyak membunuh orang tidak akan mendapat ampunan Allah. Apa gunanya kita berhijrah dan masuk Islam?”. Lalu turunlah ayat ini, yang member ketegasan bahwa janganlah berputus asa terhadap ampunan, rahmat dan kasih sayang Allah. Karena Dia akan mengampuni semua kesalahan hamba-hambaNya, bagaimanapun besar dan banyaknya kesalahan itu bila mereka mau bertaubat.

Allah SWT telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberitakan kepada orang-orang mukmin yang telah melampaui batas terhadap dirinya sendiri, (yakni mereka yang melanggar aturan-aturan Allah, melakukan hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan perintahNya), agar mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah. Janji tersebut diungkapkan melalui firman-Nya:

لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ

Artinya: “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”

Orang yang melakukan kesalahan lalu menyesali perbuatannya dan bertaubat, maka Allah akan mengampuninya, sesuai dengan firmanNya pada surat Al Furqan ayat 70:

اِلَّا مَنْ تَابَ وَاَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُوْالئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّاَتِهِمْ حَسَنَتٍ, وَكَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَحِيْمًا (الفرقن:70)

Artinya: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka kejahatan mereka itu diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al Furqan : 70)

Pada ayat lain Allah SWT juga berfirman:

اَلَمْ يَعْلَمُوآ  اَنَّ اللهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ ....(التوبة:104)

Artinya: “Tiadakah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya…” (Q.S Qt Taubah : 104)

Juga lebih ditegaskan lagi dalam firman Allah SWT pada surat An Nisa’ ayat 110 :

وَمَنْ يَّعْمَلْ سُوْءً  اَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا  (النساء : 110)

Artinya: “ Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudan ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S An Nisa’ : 110)

Selain daripada itu, mari kita juga simak hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Amr bin Ash RA, berkata : Ada seorang laki-laki yang sudah sangat tua datang kepada Nabi SAW. Dia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan berbagai pengkhianatan dan kedurjanaan. Maka mungkinkah aku diampuni?” Sabda Rasulullah saw, Bukankah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah? Maka orang tua ituun berkata: Tentu, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Maka sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya telah diampuni pengkhianatan-pengkhianatanmu dan kedurjanaan-kedurjanaanmu’.

Taubat menurut arti aslinya adalah “kembali”. Maka orang yang bertaubat berarti “orang yang kembali”, sebab orang yang berdosa itu telah berpaling dari jalan Allah SWT, kemudian kembali ke jalan yang lurus. Dengan kata lain taubat adalah “memohon ampun kepada Allah SWT”.

Taubat kepada Allah harus disertai dengan niat yang ikhlas, penuh kesadaran serta berkeyakinan dalam hati bahwa Allah akan mengampuni dosanya, kemudian mengiringinya dengan amal shaleh. Diantara ulama’ ada yang mengemukakan tentang tata cara bertaubat, sebagai berikut:
·  Segera menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya
·  Berniat dan berjanji dengan sepenuh hati, tidak akan mengulangi kembali perbuatan dosanya itu
·  Memohon ampun dengan cara memperbanyak bacaan istighfar, berdzikir, serta berdo’a dengan do’a-do’a khusus yang ada hubungannya dengan masalah pengampunan
·  Mengiringinya dengan amal shaleh, yakni memperbanyak amal shaleh (berbuat baik) setelah bertaubat.

Rahmat dan ampunan Allah terhadap pelaku dosa tidak hanya terbatas pada pelaku dosa kecil saja, namun termasuk dosa besar, asalkan ia mau bertaubat.

Oleh karena itu, setelah Allah melarang umat-Nya berputus asa dari rahmat-Nya, lalu memberitahukan kepada mereka  sesuatu yang dapat menentramkan hatinya, yang mencegah dan menghilangkan rasa putus asa, sehingga keputusan itu dapat diganti dengan harapan, dengan sesuatu yang dapat menghilangkan keraguan apakah taubatnya itu diterima atau tidak. Sesuatu yang dapat menentramkan jiwa mereka adalah kelanjutan firman Allah di atas:

اِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya ….”

Dengan janji Allah seperti itu, mereka memiliki rasa optimis dan merasa kehidupannya masih mempunyai arti. Semangatnya bangkit kembali karena hatinya merasa tentram. Maha Besar Allah yang tidak menganggap besar suatu dosa dan tidak kikir dengan ampunan dan rahmatNya asalkan mereka menghadapkan jiwa kepada Allah dan memohon ampunan-Nya dan kembali kepada-Nya. Ayat di atas ditutup dengan penegasan-Nya:

اِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الَّرَحِيْمُ

Artinya: “Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Penegasan ini semakin member keyakinan bahwa apa yang telah mereka lakukan, pasti akan mendapat ampunan dari-Nya karena Dialah yang dapat mengampuni segala dosa dan Dialah  yang Maha Penyayang.

Oleh karena itu, hendaknya ayat ini dijadikan rujukan oleh orang yang ingin kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridhai Tuhan. Taubat adalah perbuatan yang sangat terpuji. Tidak ada kata “terlanjur” bagi orang yang telah berbuat dosa pintu taubat selalu terbuka. Terhadap dosa syirik, Allah mengingatkannya dengan keras, seperti dinyatakan dalam surat An Nisa’ ayat 48:

اِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَّشآءُ (النساء:48)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya ….”(Q.S An Nisa’:48).

Karena itu, JAUHILAH perbuatan SYIRIK!.
Setelah menguraikan 5 (lima) cobaan yang akan diberikan Allah kepada hambanya, pada posting sebelumnya (TABAH SERTA SABAR DALAM COBAAN Part I), dijelaskan diakhir bahwasannya sabar adalah kuncinya, ditegaskan pada ayat "Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar". Kemudian dilanjutkan dengan bahwa orang yang sabar adalah mereka yang apabila ditimpa musibah lalu mengucapkan:

اِنَّا لِلهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ

“sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya kami kembali”

Kalimat di atas disebut kalimat “Istirjaa” (pernyataan kembali kepada Allah)
Di dalam firman Allah yang berbunyi:  اِنَّا لِلهِ
menunjukkan pengakuan hamba terhadap Allah sebagai Tuhan yang disembah dan diagungkan. Sedangkan di dalam firman Allah yang berbunyi:  وَاِنَّا اِلَيْهِ
merupakan pengakuan hamba terhadap Allah bahwa ia akan mati dan dibangkitkan kembali dari kubur. Juga merupakan ungkapan keyakinan bahwa perkara itu kembalinya kepada Allah SWT.

Disamping itu pengertian sabar juga ialah “terus berusaha sampai berhasilnya cita-cita dengan ketetapan hati yang teguh tidak menghiraukan pekerjaan itu berat atau ringan”. Sebagai contoh bila si A terkena penyakit maka ia tidak membiarkan begitu saja penyakitnya tapi berusaha mencari obat atau berobat sehingga hilang rasa sakitnya. Artinya si A tidak menyerah begitu saja tidakhanya menerima saja tanpa ikhtiar (usaha).

Kelima macam cobaan tersebut di atas tidak bisa dihindari datang silih berganti datang tanpa melihat kedudukan manusia. Oleh karena itu “sabar” adalah sikap paling ampuh untuk menghilangkan rasa putus asa.

Dengan cobaan ini kaum muslimin menjadi umat yang kuat mentalnya umat yang mempunyai keyakinan yang kokoh, jiwa yang tabah, dan tahan uji. Seyogyanya umat Islam mengambil suri tauladan dari umat terdahulu umat yang ditunjukkan ke jalan yang lurus. Mereka menghiasi dirinya dengan sifat sabar. Sifat yang tak pernah berkeluh kesah ataupun putus asa. Mereka yakin dengan kesabaran itu segala kesulitan akan terpecahkan dan akan didapati jalan keluarnya.

Dalam sejarah kita jumpai bagaimana cobaan yang diberikan kepada Nabi Nuh Ibrahim Musa Ayub Zakaria Ismail Isa serta Nabi Muhamad SAW. Bahkan ada yang dijuluki Ulul Azmi artinya para Nabi yang penuh kesabaran. Nabi Muhamad mendapat cobaan yang bertubi-tubi dihina dicaci maki dikucilkan disakiti diteror dan sebagainya. Semuanya itu adalah rangkaian kejadian yang datang dari Tuhan untuk mempertebal keyakinannya kepada Allah dan mengangkat harkat derjatnya.

Memang sabar adalah sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh setiap orang Islam dalam menghadapi urusan agama dan dunianya karena jika seseorang tidak mempunyai kesabaran tidaklah akan tercipta di atas bumi ini karya-karya besar dan orang-orang besar (terkemuka). Kesabaran erat kaitannya dengan sikap mental dan iman manusia. Semakin tebal iman seseorang semakin banyak cobaan yang dihadapinya. Dunia ini merupakan rangkaian percobaan hidup dan setiap manusia dalam hidupnya tidak lepas dari cobaan dan ujian. Bila tidak ingin mendapat cobaan bukan di dunia ini tempatnya melainkan nanti di akhirat tempat semua orang menerima balasan dari semua amal perbuatan yang telah dilakukannya semasa hidup di dunia.

Segala bentuk cobaan berupa rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, jiwa dan kekurangan buah atau bahan makanan harus diyakini bahwa semua itu dari Allah. Semua itu berjalan sesuai dengan ketentuan yang disebut sunnatullah atau hokum alam yang berlaku bagi makhlukNya. Oleh karena itulah Allah mengajarkan agar semua cobaan dikembalikan kepadaNya.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang diterima dari Ummu Salamah yang mengatakan; Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ اِنَّا لِلهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ اَللَّهُمَّ اَجِرْنِى فِيْ مُصِيْبَتِى وَخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا اِلاَّ اَجَرَهُ اللهُ فِيْ مُصِيْبَتِهِ وَاَخْلَفَ لَهَ خَيْرًا مِنْهَا

Artinya: “Seseorang yang ditimpa musibah, lalu ia berkata; “Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah dan kami hanya kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah hamba pahala atas musibah ini, dan gantilah dengan yang lebih baik”, maka Allah akan member pahala atas musibah tersebut, dan Allah akan menggantinya yang lebih baik”.

Kemudian Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits Nabi dari Abdullah ibnu Abbas dari Nabi SAW, Beliau bersabda:

مَنِ اسْتَرْجَعَ عِنْدَ اْلمُصِيْبَةِ جَبَّرَ اللهُ مُصِيْبَتَهُ وَاَحْسَنَ عَاقِبَتَهُ وَجَعَلَ لَهُ خَلَفًا صَالِحًا يَرْضَاهُ

Artinya: “Barangsiapa yang mengucapkan “istirjaa” (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun) ketika tertimpa musibah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, dan Allah akan membalasnya dengan kebaikan, serta akan dianugerahi penerusnya (anak) yang shaleh yang disenanginya”.

Kemudian dilanjutkan pada ayat berikutnya (ayat 157) yang memberikan kabar gembira yang akan diperoleh orang-orang yang beriman dan yang sabar dalam menghadapi cobaan dan musibah dari Allah, yaitu berupa pemberian berkah, ampunan, rahmat dan pujian dari Allah SWT, dan mereka akan mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar.

Berkah dan atau karunia atau anugerah adalah makna dari kata “shalawat”, berasal dari kata “shalat”. Kata “shalat” mempunyai banyak arti, yaitu sebagai berikut:
•    Shalat dalam arti melaksanakan shalat wajib (shalat lima waktu) dan shalat-shalat sunat. Kata “shalat” di sini, mengandung arti berdo’a dan melakukan perbuatan yang dimulai dari takbiratul ihram hingga salam
•    Shalawat untuk Rasul berarti do’a atau mohon agar beliau diberi Allah SWT karunia dan kemulian
•    Shalawat untuk hamba Allah, berarti anugerah dan perlindungan dari Allah untuk hamba-Nya.

Jadi surat Al Baqarah ayat 155-157 adalah sebagai peringatan awal bagi orang yang beriman, bahwa pada suatu saat mereka akan mendapat cobaan dari Allah SWT, berupa lima macam cobaan atau salah satunya. Sabar adalah sifat paling baik untuk menghadapi cobaan itu. Sabar tidak berarti menerima cobaan itu dengan berdiam diri, tapi harus diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Kemudian tidak lupa apabila cobaan itu datang hendaknya dikembalikan kepada Allah seraya mengucapkan; “innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiuun”. Kalau demikian insya Allah mereka akan mendapat anugerah kemuliaan dari Allah dan akan mendapat rahmat dan petunjuk-Nya. Itululah jalan yang lurus. Amin.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ ص م : قَا لَ عَلَى اْلمَرْءِ اْلمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا اَحَبَّ وَكَرِهَ اِلاَّ اَنْ يُؤْمَرُ بِمَعْصِيَةٍ. فَاِنْ اُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَطَاعَةَ (متفق عليه

Artinya; “Darri Abu Umar ra, dari Nabi SAW, bersabda : Menjadi kewajiban orang muslim untuk selalu mendengar dan patuh (kepada pemimpin) baik dalam hal yang ia senangi atau ia benci, kecuali ia disuruh melakukan maksiat, maka tidak ada keharusan mendengar dan mematuhi”. (H.R. Bukhari-Muslim)

Yang dimaksud ulil amri (pemimpin) di sini adalah pemimpin masyarakat di dalam berbagai segi kehidupan. Baik itu pemimpin keagamaan, masyarakat, organisasi atau pemimpin Negara. Setiap pemimpin mempunyai kebijaksanaan dan peraturan tersendiri, lebih-lebih pemimpin dalam suatu Negara, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, tentunya harus ada aturan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh setiap rakyatnya.

Pada hadits di atas Nabi Muhamad SAW berpesan kepada setiap muslim hendaknya mendengar dan mematuhi apa-apa yang menjadi keputusan, kebijaksanaan dan perundang-undangan yang telah dibuat oleh para pemimpinnya atau pemerintahnya. Baik keputusan atau perundang-undangan itu ia senangi atau tidak. Peraturan atau perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemimpin bisa jadi disenangi, karena memberi manfaat dan keuntungan pada dirinya. Dan bisa jadi peraturan atau perundang-undangan itu tidak disenanginya, karena dapat merugikan dirinya atau tidak dapat memberikan manfaat baginya, walaupun mungkin akan memberikan manfaat pada orang lain.

Selama peraturan atau perundang-undangan itu tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka sebagai muslim yang baik harus mematuhinya. Seorang muslim harus berpandangan luas, tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Sebab pemimpin tidak hanya memikirkan kepentingan orang pribadi, tapi untuk kepentingan dan kemaslahatan umum.

Oleh karena itu, bila pemimpin memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kepentingan kaum muslimin, maka Rasulullah mewajibkan umatnya untuk mentaatinya, baik perintah itu ia senangi atau tidak. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 216 ;
وَعَسَى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـأً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ (الْبقرة : 216)
Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik  bagimu”. (Q.S Al Baqarah:216)

Kemudian suatu urusan apabila oleh kaum muslimin dianggap baik, maka di sisi Allah juga baik, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. مَا رَآهُ اْلمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ (رواه احمد)
Artinya: “Dari Anas ra, berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apa yang dianggap oleh kaum muslimin sesuatu itu baik, maka di sisi Allah juga baik”. (HR. Ahmad)

Apabila Negara dalam keadaan genting, agama terancam dan pemimpin mengajak kaum muslimin untuk mempertahankannya, maka wajib dituruti. Begitu juga bila diminta berkorban harta benda, untuk membiayai Negara demi kemajuan bangsa, maka harus ditaati. Bila diminta untuk menjaga keamanan lingungan, dihimbau untuk memperhatikan masalah sosial, sudah sewajarnyalah dipatuhi. Segala perintah mereka wajib didengar dan ditaati, serta dilaksanakan, selama perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Kunci keberhasilan suatu Negara diantaranya terletak pada ketaatan, kesetiaan dan tanggung jawab warganya. Ketaatan kepada pemimpin berarti ketaatan kepada Rasul dan ketaatan kepada Rasul berarti ketaatan kepada Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ اَطَاعَنِى فَقَدْ اَطَاعَ اللهَ وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ  عَصَى اللهَ وَمَنْ يُطِعِ اْلاَمِيْرِ فَقَدْ اَطَاعَنِى وَمَنْ يَعْصِ اْلاَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِى. (متفق عليه)
Artinya: “ Siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah, dan siapa yang durhaka kepadaku, maka berarti ia durhaka kepada Allah. Dan siapa yang taat kepada Amir (pemegang pemerintahan), berarti ia taat kepadaku, dan siapa yang durhaka kepada Amir, berarti ia durhaka kepadaku”. (Muttafaq Alaih)

Apabila kaum muslimin tidak mau mendengar dan tidak mematuhi dan tidak ada rasa tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi di Negara tempat ia tinggal, maka kehancuranlah yang akan terjadi dan sekaligus menjadi bencana bagi umat Islam. Sebaliknya apabila Ulil Amri memerintahkan kea rah dilarang dan dimurkai Allah dan RasulNya, maka tidak boleg dituruti lagi perintahnya. Jadi, kepatuhan terhadap mereka mempunyai batasan tertentu, yakni selama mereka memimpin dan mengarahkan kepada hal-hal yang tidak termasuk maksiat. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

لَاطَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اْلخَالِقِ.
Artinya: “ Tidak boleh patuh kepada makhluk dalam hal maksiat kepda halik (Allah)”.

Contoh: Apabila ada pemimpin yang memerintahkan agar menghalangi orang yang hendak ibadah, merampas harta orang, memberikan kesaksian palsu dan minta bantuan untuk hal-hal yang tidak diridhai Tuhan, maka tidak perlu dipatuhi. Yang wajib dipatuhi adalah ketentuan Allah. Tetapi penolakan perlu dilakukan dengan arif dan bijaksana, untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan jangan segan-segan untuk meberikan masukan yang baik kepada pemerintah.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa perintah ulil amri itu wajib dipatuhi selama bersesuaian dengan perintah Allah dan RasulNya. Tapi kalau ulil amri memerintahkan hal yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah dan RasulNya, dikala itu perintah mereka tidak wajib dipatuhi, bahkan harus dijauhi secara bijaksana.
Sederhana; Bukan Miskin Tapi Kaya. Kesederhanaan bukan berarti miskin, pelit atau bahkan menyiksa diri. Sebenarnya kesederhanaan ini muncul dari adanya pribadi yang kaya hati, kuat mengendalikan diri serta sikap peduli terhadap sesama. Orang yang terbiasa hidup sederhana akan lebih jernih melihat dan membaca dunia sekitar, dengan hati bening tanpa terhalang aksesoris berujung pujian. Kesederhanaan akan lebih menguatkan kepribadiannya.

Suatu bangsa akan bangkit dan maju jika pemerintah dan masyarakatnya memiliki keberanian untuk hidup sederhana, kemudian diikat dengan tali semangat dan cita-cita untuk membangun sebuah kebanggaan sebagai sebuah bangsa dan negara yang sederhana hidupnya akan tetapi begitu kaya dengan imajinasi, cita-cita dan adanya kecintaan alturistik, yakni perasaan bahagia dan bermakna hidupnya, dengan cara banyak memberi bukannya meminta atau mengambil belas kasih, bangsa yang produktif bukannya hanya konsumtif, berbakat bukannya plagiat.

Banyak tokoh besar dunia sang revolusioner dan pembangun peradaban besar pada umumnya hidup secara sederhana, yang kaya, yang melimpah dan yang besar adalah jiwanya, menjulang tinggi cita-citanya dan nalar kreatifnya. Dalam kehidupan begitu sederhana, sampai-sampai soal makan, pakaian dan tempat tinggal pun dipikirkan sebatas menjaga kesehatannya dan keamanan diri untuk terus berkarya.

Pada konteks nasional, dalam sebuah pemerintahan seringkali terlihat dimata bahwa para politisi juga pejabat tinggi yang terjerumus dan terjebak dalam alam pikir dan gaya hidup yang dangkal. Begitu sering menempatkan gaya hidup konsumtif dan kekayaan materi, sampai-sampai harus korupsi. Tentunya ini merupakan awal terjadinya kebobrokan dan kehancuran harkat martabat suatu negara, bangsa, masyarakat dan pribadinya sendiri.

Jika mengingat apa yang pernah dicontohkan oleh mantan presiden RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dimana beliau mengajarkan kepada bangsa ini untuk mendahulukan substansinya, tidak mendahulukan kemasan luarnya saja. Meskipun banyak yang tidak memahami dan berujung pada kontroversial, namun pada hakikatnya itu pun adalah pelajaran tentang kesederhanaan.

Seseorang yang begitu mementingkan kemasan luar, itu pertanda jika seseorang tersebut tengah mengalami krisis kepercayaan diri. Bisa jadi seseorang kekayaannya melimpah, namun tidak membuatnya silau dan menjadi tawanan dari kekayaannya. Harta adalah instrumen atau pelayan yang semestinya mengabdi pada pemiliknya, jangan sampai terbalik.

Ada pendapat mengatakan, di mana masyarakat saat ini sudah termanjakan dengan gaya hidup konsumtif, dengan biaya yang mahal. Pangsa yang sangat subur bagi produk-produk mutakhir adalah julukan masyarakat saat ini. Namun ketika semua itu mulai terkikis sirna, berbagai keluh kesah selalu bermunculan. Itu akibat keterbiasaan dengan hidup dimanjakan oleh berbagai fasilitas dan gaya hidup yang mewah. Al hasil semakin miskin kepercayaan diri, semakin miskin mental atau tidak cukup kuat menghadapi kerasnya kehidupan.

Itulah cerminan yang perlu kita cari kebenarannya. Jangan sekali-kali percaya sebelum membuktikan sendiri kebenarannya. Seseorang yang kaya itu bukan berarti memiliki segalanya, akan tetapi orang yang kaya itu adalah orang yang pikiran dan sikap hidupnya merasa cukup, menjadikan kesederhanaan sebagai konsep kehidupan yang dihayati dan dilakoni sehingga terbentuk menjadi sebuah jati diri.