ARUS FEMINISME
AKANKAH BERTAHAN DI INDONESIA
Refleksi Hari Kartini
"jangan sampai salah paham, salah tafsir terhadap arti EMANSIPASI WANITA"
Aliran
Feminisme liberal
Apa yang disebut
sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat
pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini
menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan
antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya
kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada
perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena
disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan
diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan
bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan
mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok
yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa
negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan
yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat
didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya,
negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali
atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung
berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat
kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik
atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist
Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya
memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan
perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah
negara”.
Tokoh aliran ini
adalah Naomi Wolf, sebagai
"Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah
mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus
terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak
tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal
mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas.
Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal
yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya
masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan
individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring
keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini
bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk
rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang
sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan
negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan
agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya
memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20
organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi
seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks
Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30%
kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis
liberal.
Feminisme radikal
Trend ini muncul
sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan
separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi
atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada
tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi.
Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam
sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang
"radikal".
Feminis Liberal
memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara
kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara.
Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang
terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga
menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh
kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan
yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum
Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas
warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan sehingga dalam hal ini ada
ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan
berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan”
setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan
kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan
di sebuah negara”.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Feminisme post modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka -
ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan
pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada
penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender
tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu
paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara
dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera
mungkin harus dihancurkan.
Feminisme Marxis
Aliran ini
memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber
penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori
Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan
jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan
produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi
keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange
dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan
perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi
pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan
proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki
dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis
Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa
negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau
hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk
memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang
menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
Feminisme sosialis
Sebuah faham yang
berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada
Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk
menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan
pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan
suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis
muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendakmengatakan
bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah
jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik
dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan
gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis
bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran
feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap
patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua
kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di
Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai
oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin,
sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda
perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem
patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat
problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
Feminisme postkolonial
Dasar pandangan
ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman
perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda
dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga
menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan
berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan
agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada
intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara
pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya
Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and
Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis
kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial,
dan pendidikan.”
Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic
dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis
maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik
dari praktik-praktik yeng bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum
perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan
sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial
negara.
TOKOH DALAM
FEMINISME
1. Foucault
Meskipun ia adalah
tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas
tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia
menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok
tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain,
menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi
perkembangan feminism.
2. Naffine
(1997:69)
Kita dipaksa
“meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam
relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng
“iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan
tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa.
3. Derrida
(Derridean)
Mempertajam fokus
pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir kita
dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada
dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog
sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk
megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap
dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam
bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak
dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama.
Di Indonesia
Beberapa
aktivis perempuan Indonesia memberi status ontologik feminisme dengan
memandang Islam sebagai hambatan emansipasi perempuan. Fenomena ini
mudah diduga, karena pandangan bahwa Islam sebagai factor yang
melegimitasi dominasi laki-laki atas perempuan, diwarisi oleh jalan
fikiran Kartini yang diadopsi dari pemahaman makna, symbol-simbol social
di lingkungannya, dipadukan dengan ‘mode’ masyarakat Eropa pada
periode feminism ‘klasik’. Ide-ide feminisme yang berasal dari
‘pencerahan’ yang memiliki keyakinan tentang perlunya membebaskan
individu dari tekanan kekuasaan dan agama.
sekali lagi ditegaskan,,jangan sampai salah paham, salah tafsir terhadap arti EMANSIPASI WANITA
0 komentar:
Post a Comment