PMII
Menumbuhkan Kesadaran Kritis
20 Mei, 104
Kebangkitan Nasional
Bangkit
Bersatu, Maju Indonesiaku
- Membuka Kembali Lembaran Sejarah
Berawal dari
bangkitnya Rasa Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme
serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia, yang selama 350 tahun sebelumnya berada pada kondisi
ketertindasan Bangsa Indonesia oleh Belanda dan jepang. Ditandai dengan
terjadinya dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo
(20 Mei
1908) dan ikrar Sumpah Pemuda
(28 Oktober
1928). Masa-masa ini
merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak
masa Multatuli
(Douwes Dekker). Sampai
pada tahun 1912
disusul dengan berdirinya Partai
Politik pertama Indische
Partij. Bertepatan pula Haji
Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo, KH Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta
dan Dwijo Sewoyo dkk mendirikan
Boemi Poetra
di Magelang.
Sedikit meluruskan bahwa hari kebangkitan nasional bukan berarti berawal dari
terbentuknya organisasi Boedi Oetomo,
melainkan diawalai dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di
Pasar Laweyan, Solo. Tujuan awal berdirinya Sarekat Dagang Islam ini adalah untuk menandingi dominasi pedagang Cina pada
waktu itu. Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada
tahun 1906 berubah nama menjadi Sarekat Islam. Als ik eens Nederlander was (Andai
aku orang Belanda), sebuah tulisan dari Suwardi Suryaningrat yang bertujuan
untuk memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun
Belanda menjajah Indonesia. Karena itu kemudian Suwardi Suryaningrat dihukum
dan diasingkan, namun beliau sampai akhirnya di Belanda karena atas pilihannya
terhadap Belanda dan justru di sana beliau belajar ilmu pendidikan. Hanya yang
kemudian bertepatan juga dengan tanggal 20 Mei 1908 dengan berdirinya Boedi
Oetomo, ditetapkan pula tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
- Hari Kebangkitan Nasional, Milik Siapa?
Ada yang mengatakan the failed state (negara
gagal), the vampire state
(negara drakula penghisap darah rakyat), the
envelope country (negara amplop), negeri sejuta markus dan julukan-julukan
menjijikkan lainnya. Setiap 20 Mei seringkali bahkan menjadi rutinitas tahunan
memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Harusnya, dengan memperingati berarti
itu membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah mempertahankan kembali rasa
semangan persatuan, nasionalisme, dan kesadaran akan kemerdekaan bangsa ini. Dengan
itu nantinya bangsa ini akan mampu terus axis dalam mempertahankan kemerdekaan
yang hakiki. Namun, fakta lebih kuat berbicara, secara kemanusiaan bangsa
Indonesia sebenarnya adalah belum merdeka secara hakiki. Terbukti ketika
semakin maraknya budaya liberalis kapitalis, hedonis, instan, yang mana kesemua
itu adalah sebuah penjajahan tersamar dari orang-orang kapitalis mengalir
melalui kran-kran kecil pemerintahan berdalih dewa penolong, yang pada akhirnya
Rakyat yang menjadi korban. Mayoritas kekayaan alam Indonesia masih dikuasai
oleh oarang asing. Penguasa – penguasa Cina masih banyak di negeri ini. Masih seringkalinya
terjadi ketimpangan baik di ranah ekonomi, budaya, sosial, pendidikan dan
lainnya. Secara esensi ini sudah terbukti bangsa ini masih perlu dibangkitkan
kembali dari ketidak sadarannya. Menjadi jelaskan, jika kerap terlontarkan
pertanyaan, “20 Mei, Kebangkitan siapa???”
- Pentingnya Menumbuhkan Kesadaran Berbasis Kritis Transformatif
Seiring dengan gencarnya arus
globalisasi dan modernisasi, budaya hedonis, pragmatis, dan instanisme ternyata
semakin menjadi gejala yang nyata di kalangan generasi muda bangsa. Hal ini kemudian
berimbas pada gerakan mahasiswa secara umum di indonesia. Faktanya, saat ini
semakin hilangnya identitas mereka, yang dulunya mereka sebagai kaum
intelektual yang lantang meneriakkan dan memperjuangkan aspirasi-aspirasi
kelompok lemah dan terlemahkan. Ditambah lagi dengan semakin banyaknya pembangunan
yang serba instan di mana-mana, baik dalam wilayah ekonomi ataupun wilayah
pendidikan, indikasinya hal tersebut telah mematikan daya kritis mahasiswa,
sehingga tidak heran kalau kemudian mahasiswa menjalani proses pendidikan
meraka seperti layaknya menjalani rutinitas tahunan mereka. Di wilayah ekonomi,
ini terbukti dengan sering kali naiknya harga
BBM dan masa transisi baik lingkup nasional maupun lokal itu sendiri
menuju demokrasi. Realitas ini menyebabkan carut marutnya kondisi yang terjadi
pada semua level kehidupan di Indonesia pada umumnya. Salah satu dampak yang
nyata adalah dalam bidang pendidikan dengan mahalnya biaya pendidikan yang mana
indikasi dari prosentase kenaikan tersebut sangat terasa di bidang pendidikan
terutama pada level Perguruan Tinggi, utamanya pada Perguruan Tinggi Swasta.
Akhirnya Pergururan Tinggi Negeri menjadi alternatif bagi sebagian besar calon
mahasiswa/i. Hal inilah kemudian menjadi penyebab mengapa persaingan untuk
masuk Perguruan Tinggi Negeri juga menjadi sangat ketat.
Pemerintahpun sudah tidak
mampu berbuat apa lagi, malah menjadi saluran-saluran masuknya penjajahan
berdalih pembangunan dan kemajuan. Sehingga pada dasarnya, benar jika dikatakan
masyarakat Indonesia adalah belum merdeka, karena pada hakikatnya eksistensi
kemanusiaan orang Indonesia telah tercabut dari kesadaran dan kebebasan mereka
sendiri. Maka tidak heran pula lagi jika masyarakat Indonesia yang sampai hari
ini telah menjadi pengontrak dirumahnya sendiri, dikarenakan hampir semua
sumber daya alam Indonesia telah tergadaikan dengan iming-iming modernisasi
investor asing. Karena itulah diperlukannya
proses pembebasan kembali kesadaran warga Indonesia terutama generasi muda
bangsa terhadap identitas diri mereka agar kedepannya tidak perlu lagi sakit
hati akibat penjajahan tersamar yang
berdalih dewa penolong tersebut. Membangun nalar kritis dirasa merupakan jalan
utama, agar masyarakat sadar atas kondisi realitas bangsa Indonesia, hingga akhirnya
terwujud sebuah masyarakat yang berdaya, bebas, merdeka, mandiri dan sejahtera.
“keperpihakan kaum intelektual terhadap kaum lemah dan terlemahkan
adalah mutlak, maka tidak ada jalan bagi mereka untuk menggunakan nalar kritis
mereka demi terwujudnya sebuah transformasi sosial yang humanis”
PMII sebagai salah satu gerakan yang terus
melakukan transformasi sosial demi terwujudnya sebuah idealisme masyrakat yang
berlandaskan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Dirasa sudah selayaknya
PMII semakin meneguhkan posisinya dikancah pergolakan sejarah bangsa Indonesia,
serta dengan continuitas perlu mengadakan proses pengkaderan baik secara kultural
maupun struktural, agar tercipta kaum intelektual yang sadar dan bernalar
kritis transformatif untuk meneruskan perjuangannya.
Salam Pergerakan!
Untukmu Satu Tanah Airku, Untukmu Satu Keyakinanku.
Dzikir Fikir Amal Sholih
0 komentar:
Post a Comment